(Laun Dano Kiawa, 04-05 Juni 2011)
Perjalanan ini dadakan. Tidak direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Rencanaku hari ini sebenarnya mau ke Bunaken dengan teman-teman dari Kotamobagu. Namun karena informasi dari mereka tidak lengkap serta komunikasi yang kurang lancar, akhirnya aku memutuskan untuk tidak ikut. Ya sudahlah, males juga. Akhirnya aku pulang ke rumah dengan kecewa. Pas sampai di rumah, kakakku kebetulan ada di rumah dan akan ke Lembah Kiawa lagi, yang sebelumnya dia telah beberapa hari camping di sini. Setelah ngobrol dengan kakakku, dia kemudian mengajakku ke lembah Kiawa. Ini adalah kali kedua aku ke tempat ini. Pertama kali adalah saat kelas 3 SMP, sepulang sekolah, masih berseragamkan putih biru.
Ada papan namanya di jalan umum. |
Laun Dano Kiawa, itulah nama salah satu obyek wisata alam di Kab. Minahasa Provinsi Sulawesi Utara ini, yang tepatnya di suatu lembah di desa Kiawa II Kecamatan Kawangkoan. Tempat ini menyimpan pesona alam yang indah, di antaranya hutan kalpataru, sungai, dan banyak air terjun. Terdapat pula beberapa objek wisata buatan, di antaranya Taman Wisata Rohani umat Kristiani dan ada beberapa kolam renang buatan yang bernuansa alam, dengan air panas dan air dingin yang menyegarkan. Dari kota Manado, membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam dengan menggunakan angkutan umum ke desa Kiawa, dan selanjutnya dilanjutkan dengan trekking menuju lokasi lembah.
Karena dadakan, persiapannya pun ala kadarnya.
logistik ala kadarnya |
Memulai perjalanan
Dari rumahku di Kecamatan Langowan, hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit ke Desa Kiawa dengan menggunakan mobil. Kebetulan waktu itu, diantar ayahku. Thanks pa… Perjalanan dari rumah hanya aku, kakakku (Che) dan adikku (Buds). Kami bertiga memang saudara kandung dan mempunyai hobbi yang sama, berpetualang. Tiba di desa Kiawa ini sekitar pukul tiga sore. Kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki.
Hehe, aku selalu tersenyum melihat foto ini. Kenapa? Ada yang lucu atau janggal. Coba lihat, adikku di depan dengan daypack-ku, kakakku di tengah dengan carrier-nya yg besar dan berat, sedangkan aku? hanya dengan tas selempang kecil yang berisi hape dan dompet :P. Hahaha…
ini kuburan lho... :O |
Selama trekking ke lembah, kami melewati pekuburan masyarakat setempat yang unik. Nisan-nisan yang ada dibentuk macam-macam. Ada yang menyerupai kendaraan mobil, motor, dll. Model nisan yang beraneka ragam dan unik ini seolah menghilangkan kesan angker ketika melewati areal pekuburan di sini. Hehe...
Medan yang dilalui berupa jalan berbatu, tanah, becek, kebun, hutan dan ratusan anak tangga. Sepanjang perjalanan, sesekali kita akan temui di areal hutan, monumen bernuansa Kristiani, di antaranya patung Yesus dan Goa Maria.
Tiba di Laun Dano KiawaSetelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam, tibalah kami di areal taman. Kesan pertama melihat areal ini? Aku sedikit kecewa. Karena keadaan tempatnya sudah jauh berbeda dengan sepuluh tahun yang lalu waktu pertama kali aku ke sini. Sekarang keadaannya sudah kelihatan tidak terurus. Memang untuk memasuki areal wisata alam ini tidak dipungut biaya apapun alias gratis. Aku masih ingat dulu ada kolam kecil yang dilengkapi dengan tempat untuk ganti baju di dekat kolam yang besar ini, namun sekarang sudah tidak nampak lagi. Sudah tertutup pohon, akar dan semak belukar. Air terjun yang dahulu nampak terlihat utuh dari lokasi basecamp, kini hampir terlihat ujungnya saja, tertutup dengan rimbunnya pepohonan. Dan hanya terdengar gemericiknya. Tapi sisi baiknya menurutku, areal taman buatan yang memang dahulu dibangun dengan tangan manusia, kini sudah menjadi hutan kembali. Hutan ini seolah telah merenggut kembali apa yang menjadi miliknya. Hanya tersisa dua kolam renang, air panas dan dingin. Namun kedua kolam ini justru kelihatan masih bagus, karena mungkin sering digunakan oleh pendatang atau masyarakat sekitar. Di tempat ini sudah ada banyak pengunjung. Beberapa di antaranya adalah temanku, saudara, dan beberapa yang lain baru aku kenal saat itu.
Siapapun (yang bisa berenang :P) akan tergoda untuk segera menyeburkan diri di kolam yang besar ini. Air yang jernih, alami dan segar. Kolam ini terletak di sebelah bawah tebing lokasi camping kami. Tebingnya tidak terlalu tinggi, bisa loncat dari atas dan nyebur ke kolam. Hehe… di sisi tebing kolam ini, kakaku dan teman-temannya yang disebut “Keluarga Cendana” membangun semacam saum dari bambu atau orang sini bisanya menyebut “dego-dego”. Enak nih loncat indah dari atas saum. Haha… Akupun tergoda untuk berenang. Ternyata airnya tidak terlalu dingin. Air yang masuk di kolam yang besar ini bukan hanya air dingin. Ada air panas juga yang ikut dialirkan masuk melalui pancuran bambu dari sumber air panas yang masuk ke kolam air panas yang letaknya tepat di sebelah kolam ini.
Sempat cedera sedikit waktu aku berenang. Karena terlalu asik, aku tidak begitu memperhatikan pinggiran kolam di depan yang bentuknya kayak batu. Plakkk...., kena' deh hidung. haduhhh... Bercucuran deh darah biru. Tapi kog warnanya merah ya? hehe...
Tenda-tenda yang didirikan dilindungi oleh layar di bagian atas. Mungkin karena mereka camping di sini sudah berminggu-minggu, jadi harus ada perlindungan ekstra untuk tenda-tendanya. Aku menempati tenda kakakku yang kelihatan VIP. hehe… Tendanya didirikan di atas papan dan dikelilingi kain. Tidak sembarang orang bisa masuk ke situ lho. Halah…. Dia memang sangat merawat tendanya. Di samping tendanya, dia memelihara burung dara. Hadeh, ini orang camping apa mukim sih? Haha…
Kegiatan di malam hari adalah ngobrol-ngobrol, minum-minum (jangan dicontoh yaa.. :P), main kartu dan nyanyi-nyanyi dengan para pendaki lainnya. Ada yang hanya sekedar lewat, ada yang singgah, ada yang datang, macam-macam. Suasana sangat akrab malam itu meski beberapa di antara kami ada yang baru kenal malam itu.
Tidak jauh dari tenda kami, terdapat pula tenda-tenda yang lain. Ada yang di tengah semak belukar juga. Tidak ada keributan atau insiden sembarangan yang terjadi di malam itu, walaupun ada beberapa yang mabok. Namun keadaan semuanya aman. Tanpa kusadari, dompetku sempat jatuh, namun untunglah ditemukan salah seorang teman.
Day 2: Searching for the Waterfalls
Hari ini kami akan berpetualang menuju ke air terjun yang letaknya di tengah hutan di lembah ini. Teman-teman sebelumnya mengingatkan bahwa medan yang akan dilalui cukup berat. Tidak hanya hutan, tetapi juga akan menyeberangi sungai yang cukup dalam dan berarus. Setidaknya ada 7 (tujuh) air terjun di sekitar sini. Kalau mau jelajahi seluruh rimba ini, bisa lebih. Berhubung waktu yang sempit, kami hanya akan "menjamah" dua di antaranya saja.
Sebelum memulai ekspedisi, foto keluarga dulu :D
Dan petualangan pun di mulai. Kalau tidak salah satu itu masih sekitar jam 09.30 pagi. Selama trekking, kami melewati semak-semak, hutan, medan lembab dan becek, nggak ada ojek :P, berbatu, mendaki, turun, dan yang paling seru adalah melewati sungai yang berarus. Tidak ada jembatan, dan jalan satu-satunya harus menyeberang dengan badan. Kami berpegangan, saling membantu melewati sungai. Karena kalo terbawa arus, wah… bisa bahaya… hehe...
Setelah sekitar 30 menit trekking, dari kejauhan, terdengar gemericik air terjun. Sepertinya destinasi air terjun yang pertama sudah dekat. Tampak di depan air mengalir di antara bebatuan besar. Tapi perjalanan ternyata belum selesai. Kami harus mendaki batu-batu besar yang untuk bisa mencapai lokasi air terjun yang sesungguhnya. Seru...!!!.
Perjuangan tidak sia-sia. Ini air terjun yang pertama. Aku tidak tau namanya apa, tapi air terjun ini bagus sekali :D
Air terjunnya bertingkat-tingkat. Ingin rasanya mencapai sampai ke tingkat yang pertama, tapi sepertinya susah untuk mendaki tebing yang curam itu. Mungkin bisa kalau mencari alternatif jalan yang lain, namun hutannya sangat lebat dan akan memakan waktu yang lama mencari jalan, sedangkan kami masih harus melanjutkan perjalanan.
Setelah menikmati indahnya air terjun ini, kamipun melanjutkan ke air terjun berikutnya. Medannya hampir sama. Jarak tempuh dari air terjun yang pertama ke yang ke dua ini kira-kira 30 menit. Dan ini dia air terjun yang ke dua. Lagi-lagi tidak tahu namanya apa, tapi tentu saja air terjun ini tidak kalah bagusnya dengan yang pertama. Kata kakakku, dia lebih menyukai suasana di air terjun yang ke dua ini. Bahkan dia sampe mencoba memanjat, meski tidak sampai separuhnya. Permukaan tebing lumayan curam dan licin. Bahkan salah satu temannya pernah ada yang jatuh, namun untungnya masih bisa selamat. Itu tuh korbannya, yang pake baju merah marun. hehe...
Setelah sedikit puas, - waktu sempit sih - saatnya kembali ke basecamp. Kembali kami melewati medan yang tadi. Tak lupa, naluri kenarsisan mewarnai perjalanan kami. Bahkan sambil main-main, ada teman yang berpura-pura cedera, sehingga seolah-olah harus ditandu. Haha… niatnya mau pura-pura, tapi memang karena tidak punya insting artis, sandiwarapun tidak berhasil. Hahahaha…Sesampainya di basecamp, kembali narsis-narsisan. Hehe.. kemudian berenang membersihkan diri, dan bersiap untuk pulang. Dan kali ini, yang pulang ternyata bukan hanya bertiga, tetapi satu rombongan. Hehe...
Banyak hal yang menjadi pelajaran yang saya dapatkan dalam petualangan ini. Persaudaraan, persahabatan, perjuangan, kebersamaan, serta kecintaan kepada alam. Bagaimana menikmati keindahan alam serta menjaga kelestariannya dari sisi yang berbeda. Kembali merasakan sensasi petualangan masa lalu yang sempat terkubur oleh padatnya rutinitas pekerjaan. Mendapat banyak pelajaran berharga tentang makna lain kehidupan melalui cerita pengalaman dari para pencinta alam.
Terima kasih yang tak terhingga kepada kakak, adik, saudara, dan teman-teman Keluarga Cendana yang sudah menyambut dengan hangat. Terima kasih juga telah menemani dan sama-sama menikmati keindahan alam Laun Dano Kiawa. Sungguh pengalaman indah, seru dan menantang yang tidak terlupakan.
PS: Perjalanan turun ke lembah sih enteng saja. Tapi pas kembali, wuihh.. Sumpah, capeknya itu... waw... kayak habis lari keliling stadion. Anak tangga-nya ternyata banyak banget. Keringat yang keluar kayak butiran jagung dan menganak sungai. haha... Tapi seru, sekalian membakar lemak :D
***
Tips perjalanan menuju Laun Dano Kiawa
- Transportasi dari Manado (terminal Karombasan) – Kawangkoan dengan angkutan umum Rp. 12.000 (harga sampai dengan postingan ini dibuat), nanti minta turun di pertigaan jalan di Kiawa dekat Gereja. Kemudian tinggal jalan kaki;
- Sebaiknya ada guide. Lebih bagus kalau ada kenalan, saudara atau teman yang sudah mengenal medan;
- Udara di sini menurutku tidak terlalu dingin. Namun bagi sebagian orang mungkin di sini cukup dingin.
- Jangan buang sampah sembarangan lho yaa. Ada mitos kalau terlalu kotor, katanya akan ada yang marah. hehe...
0 komentar:
Post a Comment