Sunday, October 5, 2014

Sekelumit tentang Pulau Morotai, Mutiara di Bibir Pasifik

(Morotai, 17 April 2014)

Kali ini aku akan bercerita sedikit tentang suasana pulau Morotai. Pulau yang mendunia karena sejarah Perang Dunia II. Pulau dimana kakekku – berdasarkan cerita nenekku – pernah bertugas sebagai tentara Belanda, sebelum akhirnya kemudian menjadi anggota tentara ABRI di jaman penjajahan dulu. Pulau yang diwarnai cerita mistis bangsa “Moro” yang melegenda di kalangan rakyatnya.

Kalau kita melihat peta, pulau ini berada di sebelah utara pulau Halmahera provinsi Maluku Utara. Letaknya di bibir Pasifik, membuatnya cukup strategis sehingga dipilih oleh Sekutu sebagai salah satu kawasan pertahanannya pada Perang Dunia II. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan perang yang masih dapat kita temui di tempat ini. Salah satunya landasan pesawat udara Pitu yang sekarang ditempati oleh Lanud Leo Wattimena. Salah satu yang terluas di Asia Tenggara, karena memiliki 7 buah landasan. Lebih lanjut tentang sejarah, kondisi geografis maupun hal-hal lain seputar pulau ini, sobat bisa langsung ke website resmi pemda setempat atau googling.

 

Sampai saat ini, sudah tiga kali aku ke pulau Morotai. Pertama kali di tahun 2012 lalu saat acara Sail Morotai yang pernah aku ceritakan di postingan yang lalu.

 

Menuju ke Pulau Morotai


Pelabuhan Tobelo
Pelabuhan Tobelo

Pada bulan April 2014 lalu, kesampaian juga bisa ke Pulau Morotai lagi. Saat itu aku bareng Jihad, dan Ichad, teman baru dari Papua yang kerja di Ternate dan kebetulan lagi tugas sebulan di Tobelo. Perjalanan dari Tobelo ke Morotai waktu itu pada hari Jumat siang, sekitar pukul 13.30, menggunakan kapal kayu dengan harga tiket 60ribu per orang. Waktu tempuh sekitar 3 jam. Kalau menggunakan speedboat, bisa lebih cepat, yaitu 1,5 jam, dengan harga 100 ribu per orang. Kapal kayu biasanya beroperasi setiap hari, kecuali hari minggu. Sedangkan speedboat tersedia setiap hari. Adapun kapal Fery, dengan biaya Rp. 15.000 setiap hari Kamis sampai Sabtu, dengan jarak tempuh yang hampir sama dengan kapal kayu.

Perjalanan Tobelo - Morotai

Children of Morotai :D

Ternyata menggunakan kapal kayu itu, meski lama, namun menyenangkan. Kita bisa kesana kemari keliling kapal, melihat pemandangan yang indah dan mengabadikannya lewat foto, ketemu orang-orang, bahkan bercengkrama dengan anak-anak. Contohnya seperti kedua adik ini, yang berasal dari tanjung Sopi di ujung utara pulau Morotai. Nama mereka aku lupa – maaf, penyakit lupa nama kambuh –, Padahal udah aku sampe berkali-kali menanyakan namanya biar nggak lupa. Mereka berdua lucu sekali, dan suka bercerita. Apalagi si adik yang bertopi merah muda. Sempat-sempatnya dia mendongeng kepadaku tentang cerita seram yang katanya dia alami di daerahnya. Dia ceritanya lancar sekali, seolah tengah bercerita ke teman sebayanya. Ahhh, si adik tahu aja yaa kalo kita hampir seumuran… *plakkkk

 

Gugusan pulau di perairan Halmahera Utara

Saat mulai keluar dari perairan dekat Tobelo, seperti biasa, gugusan pulau di sekitarnya melepas pelayaran kami. *ceileh* dan baru tahu aku kalau di belakang pulau Kakara ada pulau kecil berpasir putih. Wadow, bikin galau aja nih *mupeng*. Pulau demi pulau kami lewati, dan saatnya menikmati laut lepas. Ya, lautan Pasifik kawan. Kondisi laut masih standard lha yaa, belom ada atraksi ombak yang gimanaaa gitu.  

 

Oh, iya. Aku penasaran dengan yang namanya pulau Matita. Pulau yang akan dilewati sebelum memasuki pulau Morotai. Pulau yang di sekelilingnya –menurut beberapa orang yang aku tanya – terkenal dengan batu karang curam di bawah laut, yang menghasilkan arus laut dengan ombak yang lumayan. Dan memang benar, September 2012 lalu yaitu pertama kali aku ke pulau Morotai, dengan speedboat 3 mesin di malam hari, sempat ada guncangan-guncangan. Kata salah seorang teman, “kita di dekat pulau Matita,”. Karena saat itu tengah malam, pulaunya tidak kelihatan. Dan saat ini, dengan melihat arus ombak di laut yang tidak karuan namun tergolong masih aman, bisa ditebak kalau pulau di seberang sana itu adalah pulau Matita. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang bapak yang aku tanya. Untungnya kami pake kapal kayu, jadi ombaknya tidak terlalu bikin galau hati, pikiran dan perasaan. Haha… Pulau Matita ternyata indah sekali. Kelihatan sunyi, bersih dan tenang seolah kontras dengan hiruk pikuk ombak di sekitarnya. Jadi pengen ke pulau itu. Tapi saat mata melirik kembali ke ombak di laut, keinginan itupun seolah hanya sebatas impian. Hehe…
Pulau Matita, perairan Pasifik, Morotai

"Di laut sekitar pulau Matita itu terminal-nya ikan hiu," pernah salah seorang teman dari Morotai berkata begitu kepadaku. Oh, my.... Ngeri deh kalo kenapa-kenapa di sekitar pulau ini. hmm...

Mata kemudian tertuju di bagian lain. Terlihat ada daratan putih di tengah laut. itu adalah pulau pasir timbul. Atau dalam bahasa Indonesia disebut “gosongan”. Lebih jauh ke sana mata memandang, kelihatan sepertinya ada perairan dangkal yang luas. Apakah itu pulau Dodola? Entahlah. Terkahir ke sana tahun 2012 lalu - eh, kog kata-kata ini terulang terus. hehe... - Ataukah fatamorgana? Atau memang efek kabur dari mataku yang sudah minus dan silinder? Bisa jadi. Hehe… 

Perjalanan ke Morotai

Tadi di perjalanan, aku turun ke lantai dasar kapal. Di situ ternyata banyak penumpang. Sedangkan di atas sedikit sekali. Apa itu tempat favourite ya? Kan lebih panas? Hmm.. Setelah itu naik lagi ke atas. Ternyata tadi waktu turun ke bawah, kata si Jihad dan Ichad  ada lumba-lumba loncat-loncat di pinggir kapal kayak di tipi. Aaaakk.. aku gk liaaattt.. T-T

 

Tiba di Pulau Morotai

Pelabuhan Daruba, Morotai di sore hari

Pulau demi pulau kita lewati, jauh dekat memanjakan mata. Tibalah di pelabuhan Daruba, Morotai sekitar pukul 16.00. Sore ini agak mendung, dan sepertinya penghuni perut sudah siap membawakan lagu keroncong.

Daruba, Morotai
Soto ayam penghilang lapar. hehe...

Saatnya menyusuri kota Daruba. Kita makan dulu sob, sebelum mencari penginapan. Di sini banyak juga warga pendatang. Contohnya tempat kami makan soto ayam ini, yang jual orang Jawa. 

 

Tempat kami menginap

Untuk penginapan, di sini beragam. Mulai yang paling murah 50rb, sampai yang harganya 1jt-an. Ada harga, ada kualitas. If you know what I mean sob. Pilihan kami jatuh ke salah satu penginapan dengan harga 200 ribu per malam. Si Jihad ternyata pernah menginap di sini sebelumnya. Nama penginapanya”Losmen Marina Putri”. Fasilitas? standar lengkap.  AC, kamar mandi dalam, spring bed, handuk, TV, sarapan pagi. Karena kami bertiga, dapat bonus ektra bed. Lho? Bonus? Ya iya. Ibu yang punya penginapan menyediakan kasur tambahan  tanpa tambahan biaya lho…. Bahkan sarapan pagi yang biasanya buat dua orang, untuk kami disediakan buat tiga orang, tanpa tambahan biaya juga. Eitsss, masih ada lagi. Apa itu? Sewa mobil sob. Karena salah satu agenda kami akan ke Tanjung Gorango, berarti mesti sewa mobil. Berdasarkan survey – cah lontong mode on– rata-rata biaya sewa mobil ke Tanjung Gorango sekitar 400-600rb. Namun di penginapan ini, kami menyewa dengan harga 300rb per hari, sudah termasuk supir, namun di luar biaya bensin. Cukup murah. Si Ichad memang ahli dalam nego menego. Haha… Semoga penginapan ini makin laris. Sebagai tanda terima kasih, aku promosiin di sini. Haha….

Taman kota Daruba, Morotai di sore hari.

Kembali ke kota Daruba. Suasana kota sudah cukup tertata. Perhelatan Sail Indonesia di Morotai  2012 lalu sepertinya sedikit banyak memberikan dampak positif terhadap pembangunan. Jalanan lebar, pagar yang teratur dan seragam. Ada area pertokoan, pasar, penjual makanan, dan kawasan ramai yang menandakan ada kegiatan perekonomian yang menggeliat di sini. Ada taman kota - sepertinya menjadi tempat nongkrong favouritku di kota kecil ini -, atm dan beberapa bank umum. Harga makanan masih wajar lah. Hampir sama seperti di Tobelo.

Kami bertiga: Ichad, Jihad, Thox (aku)

Kesan yang aku tangkap dari suasana kota Daruba Pulau Morotai ini adalah, nyaman. Penduduknya ramah, bersahabat dan jangan khawatir untuk bertanya kepada orang-orang di sini kalau anda butuh informasi. And, I think, I love Morotai. hehe...

 

Selama tiga hari dua malam di pulau bersejarah nan eksotis ini, kami berencana mengunjungi beberapa objek wisata. Di antaranya pantai Tanjung Gorango dan tentu saja, Pulau Dodola yang indah itu :)

Menanti sunset di taman kota Daruba, Morotai
***

Tips tambahan perjalanan ke Pulau Morotai, selain beberapa yang sudah aku sebutkan di atas:

  • Sampai dengan tulisan ini dibuat, terdapat penerbangan dengan Susi Air jurusan Morotai - Ternate setiap Senin, Selasa dan Rabu. Namun belum tersedia reservasi online.  Reservasi dilakukan langsung ke kantor perwakilannya di kota-kota tersebut.

  • Terkait dengan tips poin satu di atas, sebaiknya itu diambil untuk rute baliknya saja. Sedangkan untuk rute kedatangan, alangkah baiknya kalau sobat mengambil rute via Tobelo (Halmahera Utara) dengan meluangkan waktu minimal 2 (dua) hari di Tobelo agar sekalian bisa "mengupas" sedikit keindahan Halmahera Utara.

  • Ada banyak sekali objek wisata di Pulau Morotai ini selain yang aku sebutkan di atas. Di antaranya Pulau Pasir Timbul, Pulau Zum-zum (Mac. Arthur, Panglima perang tentara Sekutu jaman PD. II), Museum PD. II, aktivitas diving (selain alam bawah laut yang indah, banyak peninggalan PD. II berupa kapal maupun pesawat yang tenggelam di dasar laut, bak museum bawah laut aja :D), Tanjung Sopi (selancar, diving), air terjun (lupa namanya, maaf), Air Kaca (tempat mandinya Mac. Arthur), Tanjung Gila, dan lain lain lain lain lain. hehehe....

     

    *****

0 komentar:

Post a Comment